Pada kenyataannya, cryptocurrency memang memiliki berbagai macam risiko, mulai dari tingkat volatilitas yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya bubble atau gelembung, penipuan dalam Initial Coin Offering (ICO) atau penawaran koin awal, dan pencurian token yang disimpan dalam dompet digital.
Berdasarkan data Anti-Phishing Working Group (APWG) yang dirilis pada hari Kamis (24/5) pekan lalu, menunjukkan bahwa pencurian cryptocurrency yang terjadi sejak awal tahun 2017 mencapai USD 1,2 miliar.
Perkiraan tersebut merupakan bagian dari penelitian kelompok nirlaba tentang cryptocurrency dan sudah termasuk pencurian yang telah dilaporkan. Maraknya pencurian mata uang digital itu sejalan dengan popularitas bitcoin di tahun lalu.
Penelitian itu juga menunjukkan cryptocurrency jumlahnya lebih dari 1.500 banyak beredar di wilayah yang tidak diatur oleh regulator.
“Satu masalah yang kami lihat selain aktivitas kriminal seperti perdagangan narkoba dan pencucian uang menggunakan cryptocurrency, serta pencurian token digital oleh orang-orang jahat,” kata Dave Jevans, Kepala Eksekutif CipherTrace, sebuah firma keamanan cryptocurrency.
Jevans memperkirakan, dari USD 1,2 miliar cryptocurrency yang dicuri itu, hanya sekitar 20% yang telah ditangani oleh lembaga penegak hukum.
Namun investigasi tentang aktivitas kriminal atas cryptocurrency tidak mengalami kemajuan karena berlakunya perlindungan data umum alias General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa yang mulai diberlakukan sejak tanggal 25 Mei 2018.
“GDPR akan berdampak negatif terhadap keamanan internet secara keseluruhan dan secara tidak sengaja akan membantu penjahat dunia maya,” kata Jevans. Pasalnya, dengan membatasi akses ke informasi penting, undang-undang baru ini akan secara signifikan menghambat penyelidikan terhadap kejahatan dunia maya, pencurian mata uang kripto, phishing, ransomware, malware, penipuan dan pembajakan cryptocurrency.
GDPR yang disahkan pada 2016, bertujuan untuk menyederhanakan dan mengonsolidasikan aturan-aturan yang perlu diikuti perusahaan untuk melindungi data. GDPR juga berfungsi melindungi informasi pribadi.
Dengan penerapan GDPR, berarti sebagian besar data Eropa di domain whois.com, basis data internet dari catatan, tidak akan dipublikasikan lagi secara publik setelah tanggal 25 Mei. Whois berisi nama, alamat, dan alamat email dari mereka yang mendaftarkan nama domain untuk situs web.
Baca juga: Korea Selatan: Korea Utara Dalang Dibalik Pencurian Cryptocurrency
Menurut Jevans, data “whois” adalah data fundamental bagi para penyelidik dan pejabat penegak hukum yang bekerja untuk mencegah pencurian cryptocurrency. Selain itu, data “whois” sangat penting dalam menginvestigasi serta memulihkan dana yang dicuri, mengidentifikasi orang-orang terlibat dan memberikan informasi penting bagi penegak hukum untuk menangkap dan mengadili para penjahat.
Berlakunya aturan keamanan data di Eropa tersebut tidak hanya berpengaruh di Eropa saja tapi bisa juga seluruh dunia. “Jadi apa yang akan kami lihat adalah tidak hanya pasar Eropa saja yang gelap bagi kami semua. Semua orang jahat pun akan mengalir ke Eropa,” kata Jevans.
Sumber :
https://www.inforexnews.com/berita/cryptocurrency/pencurian-cryptocurrency-tercatat-senilai-usd-12-miliar